YOGYAKARTA –
Budaya korupsi di Indonesia dinilai semakin melumpuhkan tata nilai
bangsa, termasuk pendidikan. Bahkan agama sulit menjamin tindakan
korupsi tak dilakukan.
Di
sinilah dituntut peran pendidikan untuk mengajarkan kejujuran pada
generasi penerus sejak dini. "Agama tidak berhasil memberantas korupsi
di masyarakat karena orang beragama tidak menjamin dirinya lebih jujur.
Pendidikan menjadi alternatif pemberantasan korupsi sepenuhnya," ujar
budayawan Franz Magnis Suseno SJ dalam Seminar Nasional Menimbang
Peradaban Bangsa-Malunya Jadi Orang Indonesia di Universitas Kristen
Duta Wacana, kemarin.
Menurut Magnis, di era modernisasi ini uang menjadi pembuka semua pintu
untuk terjadinya praktik korupsi. Padahal merajalelanya korupsi
mengakibatkan disintegrasi sosial. Tidak hanya agama, budaya sering
memainkan peranan dalam praktik korupsi. Dia mengakui pemberantasan
korupsi menjadi perjuangan berat yang menuntut tekad dan kesabaran.
"Ada nilai-nilai, pandangan, dan etis yang mempersulit maupun
mempermudah merajalelanya korupsi. Karena itu, ketika agama maupun
budaya tak bisa mengatasi persoalan tersebut, dunia pendidikan
diharapkan mampu ikut berperan," paparnya.
Magnis menjelaskan, untuk bisa melakukan pemberantasan korupsi, pola
pendidikan harus diubah. Sejak di rumah hingga di sekolah, pola
pendidikan orang Indonesia tidak mengajarkan berpikir sendiri dan tidak
berani kritis.
Seniman dan budayawan Butet Kartaredjasa mengimbuh, saat ini sedang
terjadi pembusukan terhadap bangsa yang dilakukan petinggi negara.
Aktor utama penipuan berjamaah adalah para politisi dan penegak hukum
yang saling bermain siasat seolah menjadi yang paling benar.
"Masyarakat sebenarnya dapat melawan proses pembusukan bangsa ini,
yakni melakukan perubahan di satuan-satuan kecil di berbagai sektor
termasuk bidang seni," paparnya.
0 komentar:
Posting Komentar